Istilah “Ramadhan Karim” Benarkah? – Syaikh Shalih Al-Ushaimi #NasehatUlama
Sifat-sifat yang digunakan untuk menyifati bulan Ramadan ada dua jenis: PERTAMA:
Sifat-sifat yang terdapat dalam nash-nash syariat. Contoh: penyifatan bahwa bulan Ramadan adalah bulan yang diberkahi (Ramadan Mubarok), atau bulan penuh rahmat (Syahru ar-Rahmah). Sifat-sifat ini digunakan untuk menyifati Ramadan dalam nash-nash syariat.
KEDUA:
Sifat-sifat yang tidak terdapat dalam nash-nash syariat. Dan sifat-sifat ini, jika maknanya benar, maka boleh diucapkan, namun jika maknanya tidak benar, maka tidak boleh diucapkan.
Oleh karena itu, ketika Anda dapati sifat-sifat yang tidak terdapat dalam nash-nash syariat, yang digunakan untuk menyifati Ramadan, maka telitilah kebenaran maknanya, jika maknanya benar, maka boleh digunakan untuk menyifati bulan Ramadan, namun jika maknanya keliru, maka tidak boleh digunakan.
Dan di antara ucapan yang tersebar luas di masyarakat tentang bulan Ramadan: “Ramadan Karim” (Ramadan bulan mulia). Dan sifat ini (Karim) tidak digunakan dalam teks-teks syariat untuk menyifati Ramadan.
Menggunakan sifat ini (Karim) untuk menyifati Ramadan, memiliki dua kemungkinan makna: Pertama, bahwa kata tersebut adalah Fa’īl yang bermakna Ismi al-Maf’ūl yang artinya “dimuliakan”. Dan yang kedua, kata tersebut adalah Fa’īl yang bermakna Ismi al-Fā’il yang artinya “memuliakan”, sehingga makna pertama berarti “Ramadan bulan yang diagungkan”. Makna ini benar.
Dan makna kedua berarti “bulan yang melimpahkan kebaikan pada orang lain”, dan ini makna yang keliru, karena Ramadan adalah waktu yang tidak bisa melakukan perbuatan dengan sendirinya, karena Ramadan adalah waktu yang Allah jadikan padanya segala hal yang Dia kehendaki. Sehingga jika orang berilmu yang mengucapkannya, maka yang dia maksud adalah makna pertama, bahwa Ramadan adalah “bulan yang dimuliakan”, yakni bulan yang memiliki kedudukan yang agung di sisi Allah subḥānahu wa ta’alā. Dan di antara keagungannya adalah yang terdapat dalam firman Allah ta’alā: “Bulan Ramadan yang padanya di turunkan Al-Quran, …” (QS. Al-Baqarah: 185), hingga akhir ayat.
======================================================================================================
وَالْأَوْصَافُ الَّتِي يُوْصَفُ بِهَا شَهْرُ رَمَضَانَ نَوْعَانِ
أَحَدُهُمَا الْأَوْصَافُ الْوَارِدَةُ فِي خِطَابِ الشَّرْعِ
كَأَنْ يُوْصَفَ بِأَنَّهُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ أَوْ أَنَّهُ شَهْرُ الرَّحْمَةِ
وَهَذِهِ الْمَعَانِي ثَابِتَةٌ لَهُ فِي الشَّرْعِ
وَالْآخَرُ أَوْصَافٌ لَمْ يُوْصَفْ بِهَا فِي خِطَابِ الشَّرْعِ
فَهَذِهِ الْأَوْصَافُ إِذَا صَحَّتْ مَعَانِيهَا جَازَ الْخَبَرُ بِهَا
وَإِذَا لَمْ تَصِحَّ مَعَانِيهَا لَمْ يَجُزِ الْخَبَرُ بِهَا
فَمَتَى رَأَيْتَ شَيْئًا زَائِدًا عَنِ الْوَارِدِ فِي خِطَابِ الشَّرْعِ
فِي صِفَةِ رَمَضَانَ فَتَحَقَّقْ مِنْ صِحَّةِ مَعْنَاهُ
فَإِذَا كَانَ مَعْنَاهُ صَحِيحًا سَاغَ الْخَبَرُ بِهِ عَنْ رَمَضَانَ
وَإِذَا كَانَ مَعْنَاهُ بَاطِلًا لَمْ يَصِحَّ إِطْلَاقُهُ وَصْفًا لَهُ
وَمِنَ الْمَشْهُورِ فِي كَلَامِ النَّاسِ قَوْلُهُمْ عَنْ رَمَضَانَ
شَهْرٌ كَرِيمٌ
وَهَذِهِ الصِّفَةُ لَيْسَتْ مِمَّا وَرَدَتْ فِي خِطَابِ الشَّرْعِ نَعْتُ شَهْرِ رَمَضَانَ بِهِ
وَإِطْلَاقُهَا عَلَيْهِ لَهُ مَوْرِدَانِ
أَحَدُهُمَا أَنَّهُ فَعِيلٌ بِمَعْنَى اسْمِ الْمَفْعُولِ أَيْ مُكْرَمٌ
وَالْآخَرُ أَنَّهُ فَعِيلٌ بِمَعْنَى اسْمِ الْفَاعِلِ أَيْ مُكْرِمٌ
فَعَلَى الْأَوَّلِ يَكُونُ شَهْرًا مُعَظَّمًا
وَهَذَا صَحِيحٌ
وَعَلَى الثَّانِي يَكُونُ مُتَفَضِّلًا عَلَى غَيْرِهِ بِالْإِكْرَامِ
وَهَذَا غَيْرُ صَحِيحٍ فَإِنَّهُ زَمَانٌ
لَا يَسْتَقِلُّ بِفِعْلٍ
وَهُوَ ظَرْفٌ بِمَا يَجْعَلُهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فِيهِ مِمَّا يَشَاءُ
وَمَنْ أَطْلَقَهُ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ يُرِيدُ الْمَعْنَى الْأَوَّلَ
أَنَّهُ شَهْرٌ مُكْرَمٌ
أَيْ لَهُ كَرَامَةٌ عِنْدَ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
مِنْهَا الْوَارِدُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ